Pertanyaan tentang apakah segala hal di dunia ini disebabkan atau tidak melibatkan beberapa diskusi filosofis yang mendalam terkait kausalitas, probabilitas, dan determinisme. Secara tradisional, pandangan bahwa setiap kejadian memiliki sebab disebut sebagai determinisme kausal. Namun, filsafat modern dan fisika kuantum, termasuk pemikiran David Hume, prinsip ketidakpastian Heisenberg, dan teorema ketidaklengkapan Gödel, menantang gagasan ini dan membuka kemungkinan bahwa tidak semua hal harus disebabkan.

A. David Hume, kausalitas sebagai Kebiasaan Pikiran

David Hume, seorang filsuf empiris abad ke-18, adalah salah satu tokoh penting yang meragukan gagasan bahwa segala sesuatu harus memiliki sebab yang jelas. Kausalitas bukanlah sesuatu yang bisa kita amati secara langsung. Apa yang kita lihat hanyalah peristiwa-peristiwa yang terjadi berurutan misalnya, bola A menyentuh bola B, dan bola B kemudian bergerak. Kita tidak pernah benar-benar mengamati “hubungan sebab-akibat” itu sendiri, hanya rangkaian kejadian. Selanjutnya apa yang kita anggap sebagai hubungan sebab-akibat sering kali hanyalah kebiasaan mental kita yang terbentuk setelah melihat pola yang berulang. Setelah cukup sering melihat peristiwa A diikuti oleh peristiwa B, kita mengasumsikan bahwa A menyebabkan B, tetapi kita tidak dapat membuktikannya secara pasti. Dengan demikian, Hume menolak gagasan bahwa kausalitas adalah hukum alam yang pasti. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa kausalitas adalah produk dari kebiasaan pikiran manusia yang cenderung menyusun pengalaman menjadi narasi sebab-akibat, meskipun itu mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan objektif. Hume meragukan bahwa semua kejadian harus memiliki sebab yang pasti, dan dia menekankan ketidakpastian serta ketergantungan pada pengalaman empiris dalam pengetahuan kita tentang dunia.

A1. Argumen Kemungkinan A-B

Apa yang kita amati secara langsung hanyalah urutan kejadian, bukan hubungan sebab-akibat itu sendiri. Dalam contoh bola A dan bola B, ketika bola A menyentuh bola B dan menyebabkan bola B bergerak, kita melihat urutan peristiwa yang mana bola A bergerak, menyentuh bola B, lalu bola B bergerak. Namun, hubungan sebab-akibat yaitu, “bola A menyebabkan bola B bergerak” adalah sesuatu yang ditafsirkan oleh pikiran kita berdasarkan pengalaman umum dan pengharapan, bukan sesuatu yang secara langsung diamati. Sekarang, mari kita pertimbangkan beberapa argumen dan kemungkinan terkait dengan ide bahwa gerakan bola B tidak disebabkan oleh bola A, serta apakah bola B bisa bergerak sebelum bola A menyentuhnya:

a. Argumen Tanpa Sebab (Non-Causal Movement)

Apa yang kita amati bahwa bola B bergerak setelah bola A menyentuhnya. Hipotesis lain bagaimana jika gerakan bola B tidak disebabkan oleh benturan bola A, tetapi hanya kebetulan terjadi bersamaan? Dalam skenario ini, kita hanya melihat korelasi antara pergerakan bola A dan bola B, tetapi tidak ada hubungan sebab-akibat. Bisa jadi bola B memang bergerak secara spontan atau karena faktor lain yang tidak kita ketahui atau lihat, tetapi tidak ada hubungan langsung dengan bola A.

Bagaimana ini bisa dijelaskan?, jika bola B bergerak tanpa disebabkan oleh bola A, kita perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya faktor tersembunyi lain yang menyebabkan gerakan bola B. Dalam mekanika kuantum, misalnya, terdapat konsep fluktuasi kuantum yang memungkinkan partikel bergerak secara spontan tanpa ada penyebab langsung yang dapat diamati pada skala makroskopis. Jika ini terjadi pada bola B, maka gerakannya bisa jadi bukan hasil dari interaksi dengan bola A.

Alternatif lain, dalam pemikiran lebih spekulatif, kita bisa beralih pada teori ketidaksebaban (acausality), yang menantang prinsip sebab-akibat klasik. Misalnya, menurut prinsip koinsidensi murni, pergerakan bola A dan bola B hanya terjadi secara bersamaan tanpa ada hubungan kausal di antaranya, mirip dengan bagaimana lampu lalu lintas dan mobil berhenti pada waktu yang sama tanpa saling mempengaruhi.

b. Argumen Gerakan Sebelum Sentuhan (Retrocausality atau Time-Reversed Causality)

Apa yang kita amati biasanya, bola B bergerak setelah bola A menyentuhnya. Hipotesis lain mungkinkah bola B bergerak sebelum bola A menyentuhnya? Dalam skenario ini, kita mengajukan kemungkinan retrokausalitas, di mana efek terjadi sebelum sebab. Artinya, bola B dapat mulai bergerak sebelum benturan bola A, dan benturan tersebut justru menjadi akibat dari gerakan bola B.

Bagaimana ini bisa dijelaskan?, retrokausalitas adalah gagasan bahwa aliran sebab-akibat bisa berjalan mundur, di mana akibat mendahului sebab. Dalam fisika klasik, ini bertentangan dengan intuisi kita tentang waktu yang bergerak maju, tetapi dalam beberapa interpretasi fisika kuantum, retrokausalitas adalah sesuatu yang bisa dipertimbangkan. Persamaan dalam fisika (misalnya persamaan Maxwell atau persamaan relativitas) tidak membedakan arah waktu. Dengan kata lain, hukum-hukum fisika bersifat simetris terhadap waktu, yang berarti secara teoritis, peristiwa bisa bergerak maju ataupun mundur dalam waktu. Jadi, dalam kerangka teori ini, bola B bisa mulai bergerak karena “dipengaruhi” oleh sentuhan bola A, tetapi pengaruh ini berjalan mundur dalam waktu. Dalam pandangan metafisik tertentu, seperti blok waktu (block universe) dalam relativitas, semua peristiwa baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan terjadi bersamaan dalam “blok” waktu yang tetap. Dari perspektif ini, bola B bergerak sebelum bola A menyentuhnya bisa dilihat sebagai bagian dari jaringan peristiwa yang sudah tetap, dan sebab-akibat menjadi sesuatu yang relatif.

c. Ketidakpastian Kuantum (Quantum Uncertainty)

Dalam ranah mekanika kuantum, pergerakan bola B bisa dijelaskan melalui prinsip ketidakpastian Heisenberg, yang memungkinkan adanya perubahan dalam gerakan partikel (atau bahkan benda makroskopis dalam kondisi tertentu) tanpa interaksi fisik yang langsung. Meskipun ini lebih relevan dalam skala partikel subatom, konsep indeterminisme kuantum bisa digunakan untuk menjelaskan gerakan bola B tanpa penyebab langsung. Dalam konteks ini, bola B bisa mulai bergerak tanpa sentuhan bola A karena adanya fluktuasi acak dalam keadaan kuantumnya. Meski pada skala bola, ini sulit dijelaskan secara klasik, mekanika kuantum memberikan kemungkinan bahwa gerakan bisa terjadi tanpa sebab langsung yang kita amati.

d. Interpretasi Multiverse (Many-Worlds Interpretation)

Jika kita beralih ke interpretasi banyak dunia (Many-Worlds) dari mekanika kuantum, ada kemungkinan bahwa di salah satu dunia paralel, bola B bergerak sebelum bola A menyentuhnya karena dalam “dunia lain” (yang tidak kita amati), urutan peristiwa tersebut berbeda. Ini berarti pergerakan bola B yang tampak “tidak disebabkan” di dunia kita mungkin disebabkan oleh benturan bola A di alam semesta lain, tetapi kita hanya mengamati salah satu cabang dari kemungkinan yang ada. Secara umum, meskipun secara klasik kita menganggap gerakan bola B sebagai hasil dari benturan dengan bola A, ada berbagai cara untuk mempertimbangkan alternatif yang memungkinkan bola B bergerak tanpa penyebab langsung. Mulai dari ketidaksebaban, retrokausalitas, hingga ketidakpastian kuantum dan multiverse, masing-masing skenario menawarkan wawasan baru tentang bagaimana peristiwa bisa terjadi dalam dunia fisik dan metafisik tanpa harus bergantung pada pandangan klasik tentang sebab-akibat.

Cat: Kelas Seniman Jur Seni Rupa STKW surabaya, silakan bergabung free kok, di jumat gamjil, jam 13an sesudah jumatan.

Kolom Catatan Hari Prajitno ini sudah diterbitkan di facebook pribadinya di sini

Profil :
Hari Prajitno
Sarjana Seni, Seni Rupa FSR-ISI Jogyakarta
Staf Pengajar Seni Rupa STKW Surabaya
myharip@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *