Surabaya | RuangRana.com – Pergelaran Ludruk Gita Praja Jombang membuka rangkaian pergelaran seni budaya sepanjang tahun 2025 di Taman Budaya Jawa Timur, Sabtu 22 Februari 2025. Dibuka Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur, Ali Ma’ruf, S.Sos., MM., pada pukul 20.00 WIB di Pendapa Jayengrana Taman Budaya Jawa Timur, pertunjukan ludruk kali ini seakan mengobati rasa kangen masyarakat terhadap gelaran seni teater tradisional di Jawa Timur.
Dalam sambutannya Ali Ma’ruf mengungkapkan bahwa ludruk, memang menjadi bagian dari kalender kegiatan resmi Taman Budaya Jawa Timur di tahun 2025. Melalui dana APBD, Taman Budaya Jawa Timur telah menyiapkan 28 program seni sepanjang tahun. “Pertunjukan ludruk ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap kelangsungan seni pertunjukan tradisional. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan apresiasi tinggi kepada seniman, sanggar seni, serta pemerhati budaya yang turut andil dalam penyelenggaraan acara ini,” katanya mengakhiri sambutan.

Pergelaran ludruk dengan cerita lakon “Pendekar Naga Sungkem” diawali dengan Gurda Birawa seorang pendekar yang tidak terima dengan kematian ayahnya yang dibunuh Sidik Wacana 15 tahun yang lalu. Dendam yang masih membara dalam hati Gurda Birawa mengharuskannya menuntut balas ke padepokan Randu Sewu. Ketika sedang terjadi sarasehan dengan para muridnya, Guru Sidik Wacana mendapat pengaduan dari seorang muridnya tentang kedatangan seorang tamu yang membawa sejumlah pengikut untuk menuntut balas. Dari hasil pembicaraan yang tidak ada kesepakatan akhirnya pertarungan kedua kubu tak terhindarkan. Gerombolan yang dipimpin Gurda Birawa bisa dipukul mundur.
Di padepokan yang diasuh Guru Sidik Wacana ada dua orang murid yakni Jaka lintang dan Lembayung yang sedang menjalin asmara. Suatu saat Lembayung pamit pulang untuk bertemu orang tuanya yang lama tidak dikunjungi. Sebelum pulang Lembayung sempat berpesan kepada Jaka Lintang agar dia segera melamar ke orang tuanya. Di pihak lain ada seorang anak muda bernama Anggoro anak seorang kaya bernama Tirtondanu yang wataknya sombong yang melamar Lembayung. Betapa marahnya Tirtondanu kepada Lurah Carang Kuning orang tua Lembayung ketika tahu bahwa ternyata Lembayung sudah dilamar orang lain. Siasat licik dijalankan oleh Tirtondanu untuk menggagalkan rencana pernikahan Lembayung dan calon suaminya.

Ketika rencana licik itu sedang dijalankan, Tirtondanu dan anak buahnya tiba-tiba diserang oleh seekor naga raksasa yang mengamuk hingga melukai Tirtondanu dan keluarganya. Hal yang tak terduga itu akhirnya membuat orang tua Lembayung membuka sayembara, siapa saja yang bisa menaklukkan naga raksasa itu kalau laki-laki bujang akan dijodohkan dengan lembayung. Kemudian datanglah Jaka Lintang untuk mengikuti sayembara itu dan naga raksasa itu bisa dikalahkan. Pesan moral yang ingin disampaikan pada lakon ludruk “Pendekar naga Sungkem” ini adalah, ketika keangkaramurkaan bisa berbuat semena-mena maka keadilanlah yang akan berbicara, takdir Tuhan Yang Maha Kuasa pada akhirnya tetap pada ketentuan-Nya.
Petunjukan yang berakhir pukul 23.00 malam berhasil memukau pengunjung Taman Budaya Jawa Timur yang sebagian diantaranya adalah anak-anak muda. (AMR)