Surabaya | RuangRana.com – Ada banyak sekali kisah yang tersedia tentang Kota Surabaya. Tapi sayang, jarang sekali diceritakan apalagi dibukukan. Untuk itu Padmedia Publisher yang didirikan novelis Wina Bojonegoro menantang sejumlah penulis untuk mengungkap berbagai kisah yang ada di Kota Pahlawan itu. Menjadi sebuah karya. Mengangkat beragam kisah fiksi dalam bentuk cerita pendek yang diterbitkan dalam buku.

Sebelum menerbitkannya, Padmedia Publisher menggelar Sayembara Menulis Cerita Pendek. Lomba bertema Surabaya Dalam Napasku yang dibuka sejak Februari 2023 dan berakhir Mei  2023. Ternyata respons penulis yang ikut sangat besart. Peserta yang mengirim karya tak hanya dari Surabaya. Tapi ratusan naskah yang masuk datang dari luar Surabaya hingga luar negeri. Para penulis itu berusia beragam mulai dari 17 hingga ’40an tahun.

Setelah dikurasi, terpilihlah 13 naskah. Lantas ditambah satu naskah dari Wina sehingga menjadi 14 cerpen. Dibukukan menjadi Kopi Aren di Benteng Kedung Cowek. Proses menjadi buku itu berlanjut dengan pendampingan naskah. Artinya tidak serta merta naskah itu langsung lolos untuk dieditori oleh penulis Windy Effendy. Bersama Wina sebagai komandan Padmedia, keduanya lalu melakukan bedah naskah selama lebih dari sebulan.

Tahap yang dilalui setiap naskah berbeda-beda. Menurut Windy, ada penggantian judul, perombakan plot, memangkas naskah, sampai memanjangkan cerita. ”Semua itu menjadi lalu lintas menarik. Semata-mata untuk mendapatkan bacaan yang renyah, enak dinikmati, dan membuat kenangan yang melekat tentang Surabaya,” kata Windy. ”Bahkan judul buku dan penggantian sampul mengalami pergantian hingga empat kali lo,” tambah Wina.

Seperti judulnya, buku yang sampulnya dibuat oleh perupa Yoes Wibowo ini mengangkat tema Surabaya. Menjadi sekumpulan cerita fiksi dengan latar Surabaya dari masa ke masa. Sebab kisahnya bisa melompat ke belakang ke zaman kolonial hingga kondisi Surabaya yang terkini. Inspirasinya datang dari mana-mana. Ada tentang benteng yang merupakan bangunan peninggalan Hindia Belanda yang dibangun pada 1900. Menjadi inspirasi salah seorang penulis, Achakawa.

Demikian penulis yang lainnya. Menurutnya Wina yang juga pendiri Perempuan Penulis Padma (Perlima) itu, keberadaan Kota Surabaya yang berwajah dinamis ini tampaknya sangat mampu mengungkit dunia imajinasi para penulis. ”Bisa tentang gedung-gedung tinggi, jalanan hijau, trotoar lebar, gang-gang yang sempit, warganya yang ramah, makanan khas yang menggoyang lidah, orang kaya, kaum marginal, sampai para pemburu kehidupan malam,” kata Wina, penggagas sayembara.

”Termasuk tabebuya yang biasanya bermekaran pada November. Di saat hujan baru mulai, bunga itu seperti berbondong-bondong mengirim kabar. Di ranah fiksi, bunga itu bisa menjadi latar belakang cerita yang tragis. Juga rujak cingur yang mungkin menjadi pemicu konflik rumit. Apalagi ludruk, kesenian ikonik Surabaya yang nyaris punah itu adalah sebuah ide. Dari sisi dunia fiksi, Surabaya selalu menarik untuk dikulik dari banyak sisi,” lanjutnya.

Alasan lainnya mengapa tema Surabaya yang diangkat. Padmedia bersama para penulis ingin menghadiahi kota ini dengan karya. Kebetulan saat digelar sayembara, lomba itu digelar untuk menyemarakkan ulang tahun Kota Surabaya yang jatuh pada 31 Mei. ”Saat diluncurkan, sebenarnya kami ingin ketika perayaan Hari Pahlawan 10 November karena peristiwa besar itu ada di sini. Meskipun terlambat, perayaan untuk Surabaya ini tetap kami persembahkan. Bukankah tak ada kado yang sia-sia bukan,” katanya.

Yang pasti peluncuran pada Sabtu, 9 Desember 2023 di Townhall, Midtown Hotel Surabaya, Jalan Basuki Rachmad 76, mulai pukul 13.00 WIB, itu tetap mengusung tema Surabaya. Sebab dalam Pentas Sastra dan Peluncuran Buku, cerpen-cerpen itu disuguhkan menjadi berbagai pertunjukan yang diambil dari cepen-cerpen dalam buku. ”Kemasan ini sangat selaras dengan misi hotel kami yang mengusung kekuatan lokal. Kali ini giliran Surabaya. Karena itulah kami sangat mendukung acara ini,” kata General Manager Nurvedi Eko Hadi.

Peluncuran dimeriahkan dengan musikalisasi puisi berjudul Yang Tenggelam di Dasar Aren karya Solu Erika Herwanda yang dibawakan Heru Dharma. Dengan ukulelenya, Heru menjadi cara lain menikmati cerpen. Pembacaan cerpen berjudul Tabebuya karya Yuliani Kumudaswari oleh Ricardo Marbun. Yang seru adalah penampilan puluhan anggota komunitas Roode Brug pimpinan Ady Setyawan yang menggelar teatrikal heroik berdasarkan cerpen berjudul Tentang Luka karya Quina Deshira Fransiska.

Ada lagi komunitas ludruk The Luntas Indonesia pimpinan Robets Bayoned yang mementaskan cerpen Mata Sunyi Kedung Cowek karya Achakawa. Ludruk itu, kata Robets, adalah kemasan ringkas ludruk yang biasa berdurasi panjang sehingga disebut ludruk ringkes. Pemainnya juga terbatas tapi tetap tak menghilangkan rasa pertunjukan luduruk. Juga tak melupakan bagian jula juli yang sangat penting. Pentas masih dimeriahkan dengan pembacaan tarot oleh Aixa Paramitha yang juga seorang make-up artist.

Tak lupa tentu saja bincang-bincang bersama para penulis mengenai proses kreatif mereka selama berkarya bersama jurnalis Heti Palestina Yunani sebagai MC dan moderator. Dalam kesempatan itu, Heti menantang para penulis untuk membacakan puisi yang dia ciptakan berdasarkan cerpen berjudul Jeratan Mimpi di Tambak Gringsing karya Gania Hariani, pemenang 1 Sayembara Menulis Cerpen.

Sebagai buku kedua terbitan yang khusus mengangkat kisah-kisah Surabaya, Wina berharap semoga Kopi Aren di Benteng Kedung Cowek ini memacu kreativitas penulis lainnya untuk menerbitkan buku yang setema. ”Sebab kota ini masih menyimpan banyak cerita-cerita yang harus digarap. Padmedia juga ingin melahirkan buku yang bertema Surabaya lagi. Syukur jika setiap ulang tahun Surabaya muncul karya-karya baik fiksi dan nonfiksi untuk bisa kami terbitkan,” tandas Wina. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *