Surabaya | RuangRana.com – Komunitas Katalis kembali menghadirkan ruang diskusi yang hangat dan reflektif melalui program Bincang Santai Katalis, yang pada edisi kali ini mengangkat tema “Rasan-rasan Film Dokumenter Non Naratif” dengan menayangkan film dokumenter bisu REST, karya sutradara independen HeiRosay.
Acara yang berlangsung di Pahitrasa Coffeegraphy, Surabaya, ini dihadiri oleh pegiat fotografi, penulis, sineas muda, hingga pecinta film dokumenter eksperimental. REST ditayangkan secara penuh dalam suasana hening namun sarat makna. Tanpa dialog ataupun narasi verbal, film ini menyajikan potret dunia buruh pemulung dan ruang-ruang sisa yang sering luput dari perhatian—dalam visual hitam putih yang puitik dan sunyi.

REST, yang sebelumnya telah meraih berbagai penghargaan internasional seperti Special Mention Jatim Art Forum 2014 dan Sinematografi Terbaik Festival Film Jawa Timur, menjadi bahan diskusi yang mendalam. Dalam sesi rasan-rasan, sang sutradara Heirosay menjelaskan filosofi di balik keheningan film ini:
“Film REST bukan bertujuan mengeksploitasi ‘penderitaan’ dalam sebuah karya. Namun justru mengajak kita untuk bercermin, betapa besar nikmat yang diberikan Tuhan pada kita yang selama ini jarang kita indahkan. Melalui Film REST, kami mencoba mengajak kita bersyukur masih diberikan jiwa raga yang sehat, masih dipertemukan dengan keluarga dan orang-orang yang mencintai kita. Masih diberikan kesempatan dan kekuatan untuk merenung, maneges, memahami hakikat keberadaan kita di tengah hiruk pikuk keinginan dan keheningan ‘hira’ dalam sanubari kita yang paling dalam.” ungkapnya.
Menurut Rani Adisti, seorang penulis yang hadir dalam diskusi, film REST menjadi medium yang kuat untuk mengumpulkan energi batin melalui refleksi visual. “Meskipun film ini tidak menampilkan harapan secara eksplisit, kekosongan itu justru membuka ruang bagi peserta untuk mengisi dengan makna personal—melalui diskusi, tulisan, dan visual,” ujar Rani.
Hal senada disampaikan oleh Tantri Ida Nursanti, yang juga seorang penulis. Ia menambahkan bahwa REST adalah ruang batin yang sangat terbuka untuk ditafsirkan secara personal, karena tidak menyodorkan narasi ataupun kesimpulan yang tunggal. Ia mengutip gagasan dari David R. Hawkins dalam Evolusi Kesadaran, bahwa setiap manusia menangkap realitas sesuai dengan tingkat kesadarannya. “Dalam keheningan film ini, kita masing-masing akan merasakan hal yang berbeda—ada yang tersentuh oleh rasa kasihan, ada yang merenung dengan syukur, dan ada juga yang merasa terdorong untuk mencintai tanpa syarat. REST menjadi cermin yang memantulkan isi hati kita sendiri,” ujar Tantri.

Cak Eed, yang bertindak sebagai host dalam acara ini, turut memberikan pandangan reflektif selama diskusi berlangsung:
“Saya merasa REST tidak memberi jawaban, tapi justru mengajukan pertanyaan yang lebih penting—dan Katalis memberi ruang aman untuk meresponsnya dengan jujur.”
Katalis menegaskan bahwa acara seperti ini tidak hanya membicarakan bentuk film, tetapi juga membuka ruang pertemuan antara visual, batin, dan narasi kolektif.
“REST membuktikan bahwa dokumenter bukan hanya soal cerita yang dituturkan, tapi juga tentang ruang yang diciptakan—untuk menyimak, merasakan, dan membentuk makna secara bersama-sama,” ujar Ronny Firmansyah – Koordinator Katalis.
Bincang Santai Katalis edisi Juni ini ditutup dengan sesi terbuka, di mana peserta membagikan hasil refleksi dalam bentuk quote. Diskusi ini membuktikan bahwa medium film bisa melahirkan percakapan lintas ekspresi—fotografi, tulisan, dan kesadaran sosial.
Salah satu peserta, Nur Haryadi, mengungkapkan kesan mendalamnya:
“Saya ikut karena suka foto, tapi pulangnya justru pengin nulis. REST benar-benar membangkitkan keinginan saya untuk mengolah rasa dalam bentuk lain. Terima kasih Katalis!” Acara ini terselenggara berkat dukungan dari Pahitrasa Coffeegraphy, SinauSinema, Fujifilm Indonesia, DOSS Camera & Gadget, dan Lexar.