Surabaya | RuangRana.com – Di pemakaman umum Tembok Gede, Surabaya, sebuah batu nisan berdiri sederhana, namun memiliki gema sejarah yang dalam. Di bawahnya bersemayam Gondo Durasim, tokoh ludruk legendaris sekaligus simbol perjuangan melalui kesenian. Pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-47 Taman Budaya Jawa Timur, makam ini menjadi titik awal perjalanan batin dan kesadaran generasi baru seniman Jawa Timur.
Ziarah yang digelar Kamis sore sekitar pk. 15.00 WIB (19/5/2025) ini tak sekadar prosesi tabur bunga. Ia menjelma menjadi momen refleksi mendalam. Jajaran pimpinan UPT Taman Budaya Jawa Timur beserta staf, komunitas seni dan awak media, ziarah berlangsung khidmat. Namun, yang mencolok tahun ini adalah dominasi wajah-wajah muda, seniman muda yang hadir dengan semangat belajar dan melanjutkan perjuangan.
“Batu nisan ini tidak diam. Ia bersuara. Lewat namanya, lewat perjuangannya, Cak Durasim masih bicara kepada kita semua,” ujar Ali Ma’ruf, Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur. Menurutnya, kegiatan ziarah bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi juga ruang spiritual untuk menyambungkan semangat antar-generasi seniman.
Seni, Nisan, dan Warisan
Nama Cak Durasim tak hanya tercetak di atas nisan dan gedung pertunjukan. Ia hidup dalam sejarah dan keberaniannya menyuarakan kebenaran melalui seni, bahkan di bawah tekanan penjajahan. Sindiran terkenalnya, “Bekupon omahe doro, melu Nippon tambah soro”, masih dikenang sebagai simbol perlawanan.
Melanjutkan yang Tak Terucap
Ziarah ini menjadi lebih dari sekadar peringatan. Ia adalah pernyataan – bahwa di tengah gempuran zaman, makam bukanlah penutup cerita, melainkan pembuka kesadaran baru. Generasi baru seniman tak hanya mewarisi panggung, tapi juga mewarisi semangat yang tertanam di balik nisan.
Dari pemakaman yang hening, semangat justru menyala – membawa pesan, menyatukan perasaan, dan terus menginspirasi bangsa. Generasi baru kini tak hanya mewarisi panggung, tetapi juga kesadaran sejarah dan semangat perjuangan. Peringatan ini menjadi bukti bahwa regenerasi bukan sekadar simbolik, melainkan nyata dalam tekad untuk menjadikan seni sebagai kekuatan hidup dalam setiap zaman. (EED)